Festival Hizib Selamatkan Anggaran Dermaga Labuhan Haji



Seorang pengail termenung panjang ditengah bangunan raksasa semi reklamasi. Ia berfikir lokasi itu ternyata bukan hanya menelan anggaran, namun juga jiwa yang disebutnya sebagai korban atas serakahnya sang raja yang lapar kenangan.
ilustrasi festival
Terdampar dalam lamunan, pengail itu tak sadar bahwa kini ia sedang berenang dalam ilusi. Tidur. Mungkin lelah, bekerja demi anak dan istri. Mengail adalahnya bukan karena hobi, tapi saat itu ia butuh hiburan atas eksploitasi yang kerap ia terima.

Baca Kreativitas Komunitas Blogger Ads Peduli Aspirasi (KITAGAPAI)

Kenalan dengan Diskusi Kampung


Dari arah masjid Labuhan Haji, sayup-sayup didengarnya suara adzan subuh, ternyata ia bermalam disana. Perlahan ia menguap dan mengingat apa yang baru saja dilalui dalam rasian alam bawah sadarnya.

Ia melihat mantan Kepala Bappeda di negerinya yang terbebani kasus Dermaga itu, ia juga melihat puluhan tenaga kerja asing yang ikut menjadi korban, serta sederet pengusaha yang nasibnya entahlah. Simpulnya mereka adalah para korban yang terjaring dalam keramba ikan kuasa sang raja.

Ia tertidur kembali, menunda shalat. "Mumpung masih petang," benaknya. Dalam lelapnya, Ia bermimpi kembali. Di dermaga itu datang ribuan santri berbusana putih, lengkap dari kopyah sampai sarungnya. Ternyata ada acara disana.

Baca Kreativitas Komunitas Blogger Ads Peduli Aspirasi (KITAGAPAI)

Paket Wisata Mendukung Izin Tercabut Hotel Alexsis (Wisata Halal)


Perlahan ia menatap sebuah sepanduk. Tulisannya berkata “Festival Hizib Selamatkan Dermaga Labuhan Haji”. Lama para santri dari seluruh penjuru kerajaan melantunkan kalimat-kalimat suci, hingga berakhir dengan sambutan pidato.

Anehnya, pidato sambutan itu berasal dari mahluk yang tidak ia kenal. Tak pernah dilihatnya.

Bunyinya adalah sebagai berikut :

Salam
Mukaddimah
Lautan Labuhan Haji butuh orang atau pemimpin yang santun.
Mengerti dan paham bahwa dunia bukan hanya milik raja di kerajaan yang nyata.
Raja di kerajaan yang nyata sangat munafik, ia memiliki buluh perindu suku badui.
Untuk sebuah mistisme kepemimpinan.
Namun, di alam yang fakta ia dengan sombong tak mengenal dunia metafisika.

Ia banyak menghina para ulama dengan uang dan kekayaannya.
Namun banyak menyengsarakan para pengikut setianya yang tidak memiliki jamaah.

Hingga saya berterima kasih, dengan Festival Hizib ini.
Karena kalian sudah permisi kepada dunia kami.
Maka dengan ini saya restui pembangunan dermaga ini.
Insya Allah bersama raja yang baru.
Anggaran pembangunan dermaga ini, akan tergantikan dengan hasilnya.

Kita buka Festival mulia ini dengan Bismillahirrahmanirrahim.

“Assalamualikum, bangun pak, ini sudah siang” tegur para pengunjung dermaga itu.

“Astagfirullah, terimakasih,” jawab pengail itu sambil mencari posisi motor buntutnya. Ia pun pulang dengan seekor ikan hasil mancingnya malam itu. Ia permisi, terbaca malu melintasi ramainya pengunjung dermaga yang sedang menikmati sunrise. (#kitagapai/sastra)