Danau Saksi Galau, Cerbung 5

Ucapan sayang itu membuatku terdiam. Sangat tulus terdengar dan sangat damai sekaligus nyaman rasanya. Apalagi dengan pelayanan Firmanto sejak siang tadi. Aku gagap tidak tau harus menyambut apa dan terdiam sejenak sampai Firmanto menyuruhku ganti pakaian dengan alasan basah karena minuman tadi. Perintahnya tidak bisa ku tolak. Aku tak bisa berkata sepatahpun. -----"Cerbung Aku Lelah - Bagian 5"-----

Didalam kelas termenung. Semua teman kelas tumben sepi. Mereka terlihat ikut hanyut dengan sikapku.

Guru terjadwal untuk mata pelajaran hari itu, kini sudah masuk kelas. Aku ikut belajar tapi segala penjelasan guru masuk melalui telinga kanan keluar entah darimana, yang jelas bukan keluar dari pantat.

Guru yang terjadwal mengajar, juga tidak menegur. Walau sesekali kami saling bertatap mata. Dia juga terlihat mengerti dengan sikon yang kini sedang malanda. Sampai bel pulang berbunyi. Kami keluar dan kini Aku dalam bimbang mau pulang kemana.

Aku terbayang rumah dengan Ibu bersama muka panas. Pristiwa pelukan gempa itu kembali menyeruak batinku.



“Laju cantik,” terdengar suara memanggil. Ternyata Fimanto, cowok terkaya di SMAN 25 Labuan Haji. Cowok yang merayu di kantin saat mencari Pak Azwar dan Pemuda itu yang tiba-tiba pergi karena takut membahas sebuah nama.

“Ya, jawabku singkat.

“Galau ya, bisa kutemani?”

“Untuk apa, paling kamu cuman nambah galau,” jawabku jual mahal.

“Udah, jangan kebawa emosi terus, nanti kamu kurus lo, cewek kurus enggak empuk tau,” jawab Firmanto.

“Hiii, bisa saja kamu, emang aku kerupuk apa?”jawabku tersenyum dan sedikit membuat bimbang berkurang.

“Kerupuk sih renyah nona cantik, mending ini roti gabus, lumayan untuk ganjal perut” sambut Firmanto.

Aku menolak diberikan roti, tapi tidak elok rasanya menolak karena Firmanto terus mendesak dan akhirnnya roti itu kini dalam genggamanku.

Kami terus berjalan menuju gerbang sekolah. Aku teringat rumah dan tidak mungkin pulang dalam perasaan masih gamang. Ketika itu juga langkahku terhenti. Firmanto juga berhenti. Teman sekolah juga sudah mulai sepi. Dalam langkah yang terhenti, ada kalimat keluar dari mulutku, “pulang g’ ya”.

Kalimat itu didengar Firmanto yang langsung membuatnya bertanya. Aku jawab ada masalah di rumah. Dia juga terlihat mengerti, mungkin karena pidatoku tadi pagi. Firmanto langsung menawarkan untuk makan siang. Dengan halus aku menolak dan mengajaknya untuk shalat Dzuhur di Mushalla Sekolah.

Aku Shalat sendiri. Sedangkan Firmanto menunggu karena tadi siang giliran teman-temannya Shalat Berjamaah. Lama aku shalat sambil menengadahkan tangan berdo’a. Selesai shalat memasang sepatu. Ketika itu Firmanto mendekat dan mengucapkan kalimat yang sangat menghibur ditambah ketenangan hati selesai Shalat.

“Selain cantik engkau juga terlihat dewasa,”sanjung Firmanto.

“Makasih tapi mungkin karena badanku gemuk, sehingga semua orang memandangku tak punya masalah,”jawabku. Padahal sama semua teman di sekolah mungkin Aku yang paling tua, karena aku masuk SD pada usia 8 tahun.

“Gemuk tapi seksi, disukai banyak pria, dan aku malu mendekatimu,”.

“Gombal kamu, jawabku memutuskan rayuan Firmanto. Aku berdiri, melangkah, berjalan bimbang. Melihat tingkahku, Firmanto langsung mengajakku ke ruang penitipan Handphone. Karena di sekolah, kami dilarang membawa HP.

Tanpa basa-basi Firmanto menelpon orangtuanya dan terdengar meminta izin untuk pulang malam hari membawa mobil karena alasan tugas kerja kelompok. Telpon ditutup salam. Firmanto langsung menyapaku.

“Laju harus bertangung jawab,,,

“Kok, emang kenapa,sinis banget?”

“Saya sudah minta izin orang tua dan sekarang aku ingin menemani bertanggungjawab dengan suasana hatimu.

“Ayooo,,,!!!.

Firmanto menarik tanganku dan membawa Aku ke tempat parkir. Tanpa pikir panjang Aku naik ke Mobil Honda Brio Sports yang dikendalikan anak pengusaha kaya itu. Hanya berdua dalam Mobil melaju ke arah barat, entah mau kemana. Lama terdiam dan aku mulai menegur Firmanto menanyakan mau kemana. Dia bimbang dan terdiam kemudian menjawab “Terserah Kamu.”


Kami mulai berdiskusi sambil berencana ke berbagai Lokasi Pariwisata di Lombok Timur. Joben, Tete Batu, Lemor, Sembalun, Pantai PINK, Pantai Syurga, Pantai Baloam, Kaliantan, dan banyak yang disebut Firmanto. Tapi Aku ingat bahwa Kami sedang menggunakan baju seragam.

“Kalau begitu tunggu sebetar ya,” kata Firmanto sambil meminggirkan mobilnya. Berhenti di depan sebuah ATM Bank NTB, milik pemerintah daerah. Sekitar 10 menit menunggu sendiri di Mobil, Firmanto datang membawa beberapa lembaran merah, dan menaruhnya bebas di kursi mobil. Dia turun kembali. Saya melihatnya ke sebuah warung jarak 10 meter dari ATM.

Firmanto kembali. Ternyata dia memesan POP Mie dua buah dan beberapa makanan ringan termasuk kerupuk produk lokal yang terlihat dibuat di Kelayu, nama sebuah kelurahan di Kecamatan Selong. 

“Ayo dimakan, kita kan belum makan siang,” sapa Firmanto sambil membunyikan mobil, kemudian melaju kembali. Di perjalanan Aku tidak langsung memakan Pop Mie itu melainkan menyuapkan ke Firmanto yang membuatnya terkejut.

“Yuh, Side yang makan cantik,”

“Side dulu lah, Side kan belum makan juga, lagian kalau Tiang kan bisa sambil belajar diet.” Jawabku yang membuatnya tersenyum sambil menjawab, “Udah diberi cantik dengan tubuh semampai kok malah pingin kurus”.

Dia tidak mengatakan Aku gemuk tapi semampai dan seksi. Suapan itu disambutnya sambil terlihat sengaja batuk. Sekitar tiga kali suapan sambil membahas masalah perpindahan bahasa dari Aku ke Tiang, dari Kamu ke Side, Firmanto kembali memberhentikan Mobilnya.

“Sekarang side habisin Pop Mienya, dan tunggu sebentar,”

“Ya, tapi side enggak Adil, ujarku sinis.

“Mengapa?

“Side enggak beli air,

“Oooo,” sambutnya sambil nyengir dan menutup pintu Mobil. Aku tidak melihat Firmanto kemana karena saat itu juga kuhabiskan Pop Mie yang kucampur dengan beberapa snack yang dibelikan.

Lama menunggu. Haus rasanya usai makan. Aku teringat bahwa masih ada sisa minum yang dibelikan Tiara dari perintah pak Azwar ketika Aku pingsan tadi pagi. Baru saja mulai menuangkan minuman, Firmanto datang yang membuatku terkejut dan menumpahkan air itu ke pakainku.

“Yieeeee,,,tadi mesan air, taunya airnya ada tuh,,,

“Eh maaf, aku lupa kalau tadi pagi pas pingsan di ruang PMR, Tiara belikan aku air dikasih duit pak Azwar, trus Tiang taruh dalam tas,”jawabku takut dikatakan tamak.

“Enggih,,, lagian Tiang juga udah niat kok dari tadi, tapi side aja yang protes,,hihi,,

“Mmmmm,,maaf so,,,

“Nggeh dah sekarang ganti pakainnya, nih mudahan cocok,,,

“Emang bebek pake cocok,,,iiih kamu belikan aku pakaian untuk apa? ujarku surprise.

“Kan tadi side bilang kita pakai baju seragam, lagian g’ enak  nanti turun pakai baju seragam.

“Ouuu, jadi ne baju untuk hari ini saja?

“Enggak, itu untuk selamanya sayaaaang,,,,

Ucapan sayang itu membuatku terdiam. Sangat tulus terdengar dan sangat damai sekaligus nyaman rasanya. Apalagi dengan pelayanan Firmanto sejak siang tadi. Aku gagap tidak tau harus menyambut apa dan terdiam sejenak sampai Firmanto menyuruhku ganti pakaian dengan alasan basah karena minuman tadi. Perintahnya tidak bisa ku tolak. ku tak bisa berkata sepatahpun.

“Curang side, tiang engak mau ganti pakaian,

“Mengapa?

“Segerah ganti pakaian leq dalem mobil, sementara kamu ada di dekatku,

“Ooo,,haha,haha,aaa, besok ya kalau kita udah nikah,”jawab Fimanto sambil tertawa lepas. Yang membuatku kembali terdiam. Firmanto terlihat menengok kiri-kanan dan akhirnya berhenti kembali di dekat toko pakaian.

“Okke, sekarang ganti pakaiannya, Tiang juga mau pergi ganti nih, cepatan ya, jangan sampai kepergok,” saran Firmanto yang sekejap membuatku ingat rumah karena dipergoki Ibu ketika pelukan dengan Ayah sebagai alasan utama malu pulang.

Setelah Firmanto lenyap tak terlihat, masuk ke dalam toko. Aku langsung mengganti pakaian dengan cepat. Ternyata pakaian yang dibelikan Firmanto adalah pakain seksi dan tomboy yang sering dilihatnya sebagai modeku setiap datang ke Sekolah. Tapi pakaian itu sungguh lebih tidak sopan ditambah pemberiannya yang tidak dilengkapi jilbab.

Bagaimanapun tomboynya, Aku selalu berpakaian sopan dengan menutup auratku dan berpakaian tidak terlalu ketat yang memamerkan lekuk tubuhku. Tapi kini, pakaian yang ada di depanku adalah rok sampai bawah lutut bersama kaos warna pink bersama sebuah switer warna beng-beng.

Sejenak sontak berfikir, jangan-jangan Firmanto ada niat jahat. Berbagai jurus untuk mengantisipasi niat jahat itu aku persiapkan. Aku tetap menggunakan baju seragam tapi ku balut dengan switer itu. Walau tidak pantas terlihat menggunakan jilbab dengan bawahan rok mini. Aku tetap menggunakan jilbab, lagian masih didalam mobil, pikirku.

Baru Aku mulai menggunakan Jilbab berlogo sekolah itu, Firmanto datang dengan celana pendek dan kaos warna yang sama. Bedanya hanya rok dan celana. Firmanto menatapku dan dia tersenyum.
“Meskipun tidak sesuai seleraku, aku akan belajar menerimamu apa adanya dan sesuai seleramu,”kata Firmanto terlihat kecewa.

“Loh, laasingan side Enggak konsultasi dulu, gemana pakaian yang aku inginkan.

“Aku kan sering melihat side menggunakan pakaian feminim terutama di Taman ketika olah raga. Dan ketika menggunakan pakaian bebas saat diluar sekolah, jadi ya Aku berpedoman pada bagaimana cara berpakaianmu,

“Hemmm,,,,Tiang sekarang mau merubah diri nto,,terlalu banyak dosaku selama ini. Memamerkan aurat, tidak menghargai takdirku sebagai seorang perempuan dan banyak lagi, ujarku yang membuat Firmanto terdiam. Kami lama dalam diam, membuat perasaanku kurang enak dengannya.

Ingin rasanya menghargai sikapnya dan ketulusannya hari ini, tapi bagaimana caranya. Lama kami terdiam sampai tiba di perempatan menuju Joben.

“Kita ke Joben ya,” kata Anto memutuskan pikiranku.

“Terserah Anto saja dah,

Anto belok kanan menuju Joben, sebuah pemandian ternama di Lombok Timur, baru setengah perjalanan, tiba-tiba pikiranku kembali kepada kemungkinan yang akan terjadi, terlebih situasiku yang saat itu sedang tidak stabil.

“Nto, kalau bisa kita engak usah ke tempat yang dingin-dingin, ya. Aku takut, ujarku spontan.

“Lho kenapa, Tanya Anto sambil tersenyum membuatku sedikit lega karena dia ternyata tidak kecewa.

Aku berusaha menjelaskan alasan yang tidak mengarah kepada pikiran negatif Firmanto. Karena bagaimanapun juga Aku pernah mengalami bagaimana ketika berdua dengan beberapa pacarku saat musim pubertas dulu.

Bersyukur Aku, karena tak perah sampai kepada hal-hal yang berlebihan, selalu ada penyelamat karena kesibukanku menjadi aktivis sekolah sejak SMP. Sering dari HP yang berdering memanggil, ataupun deringan alarm yang sengaja terjadwal untuk mengingatkan agar disiplin dan juga ingatan jam tugas yang seolah melarangku terlena dalam buaian asmara pacaran.

Tapi hari ini tidak ada HP, tidak ada uang saku yang kubawa, semuanya kosong. Mungkin itulah sebabnya belum ada kabar dari rumah. Mau dikabarkan lewat mana?. Aku pasrah hanya berlindung kepada yang tidak pernah tidur mengawasi jalan tingkahku. Kini aku berdua dengan pria yang sering singgah dalam hatiku.

Hanya berdua, berharap Allah yang maha kuasa menjaga kami dari godaan Iblis.
Dengan penjelasan yang masuk akal, takut kena tipes disamping jarang makan minggu-minggu ini, akhirnya Anto bertanya kemana kami akan pergi. Aku menjawab ke Bendungan Pandan Dure, mumpung dekat dengan jalur yang Aku lalui saat itu.

“Oke, jawab Anto yang langsung memutar mobilnya.

“Makasih ya nto, kamu baik banget hari ini. Kamu udah menghiburku disaat aku seperti ini. Kamu udah belikan aku baju dan yang terpenting semoga kamu bisa menjaga harga diriku.

“Lha iyalah kan harga diri calon Istri,” papar Firmanto spontan membuat jantungku berdebar dan terdiam kembali. Pacaran belum, nyatakan cinta belum, berdua selama ini cuman kali ini saja, kalau saling lemparin senyum dan debat-debat kecil sering, karena Firmanto bukan anak organisasi, dia lebih senang menikmati kekayaan orang tuanya dengan berfoya-foya, jadi kami jarang bersama dan parahnya masih SMA pula sudah mengucapkan calon Istri.

Kami terdiam kembali dan anehnya Anto mengemudi lebih kencang melaju dari jalur Terara menuju Pandan Dure. Sepanjang jalan sepertinya Anto mengikuti alur pikiranku dan mungkin saja sengaja diam agar Aku bisa merenungkan kalimatnya. Sekitar pukul 15.30 kami tiba di gerbang masuk menuju bendungan Pandan Dure. Walau senja sudah ingin merapat ke peraduannya, disana masih panas, tapi keindahannya membuat gerah sirna.

Dari ujung gerbang sebelah barat, terlihat hamparan luas bekas-bekas bukit yang belum tertata rapi karena Bendungan itu baru rampung beberapa bulan, meskipun belum 100 %. Airnya yang tergenang bebas berwarna Cokelat terlihat seperti lautan Cokelat, tepatnya “Danau Cokelat”. Bukit-bukit yang selayaknya hijau juga terlihat Cokelat, mungkin saja pengaruh tanahnya yang Cokelat kemerah-merahan, terkesan belum sempat dilestarikan pasca pembangunannya.

Ada juga genangan air yang hijau. mungkin karena panorama sawah yang masih terlihat diujung selatan bendungan, karena kami melintas melalui jalur utara saat itu.

“Hmmmm,,,,

Ooooh gamaq inaaq, indahnya,,,,,,, ujarku sorak di dalam Mobil sembari membangkitkan lamunan kami masing-masing yang hanyut karena berbagai ucapan yang tadinya mengarah kepada Asmara. 

“Mmmmm, gitu dong, semakin manis terlihat kalau ceria gitu,” ujar Anto sambil mengurangi kecepatan.

Kami berdiskusi kembali, tapi Aku berusaha menguasai diskusi agar jantungku tidak berdebar kembali yang sudah berulang kali membuat kami canggung dengan bahasa-bahasa yang dilontarkan Firmanto.


“Boleh mengusulkan sesuatu enggak Nto,,,

“Apa?

“Bendungan raksasa ini Aku sebut sebagai “Danau Cokelat”

“Darimana dapat ide?

“Dari warna air dan luasnya, bayangkan jika Bendungan ini di musim hujan. Airnya akan datang dari berbagai arah yang kemudian membuat warnanya Cokelat. Selain itu, airnya juga pasti penuh dan akan membuat banyak potensi yang bisa dikembangkan disini, salah satunya Lomba Dayung Sampan tanpa harus takut dengan gelombang, itu kan bisa menarik minat wisatawan”paparku panjang lebar yang membuatnya terlihat terkesima.

“Mmmm,,,mungkin Cokelatnya hanya di waktu Pagi, kalau di waktu Sore warnanya akan berubah menjadi orien karena pengaruh cahaya Matahari dari arah barat,”jawab Firmanto enggan kalah yang membuat kami nyambung dalam diskusi.

“Dari Side, namanya “Danau Orien” sedangkan dari Tiang namanya “Danau Cokelat,” tapi sebenarnya pagi ataupun sore sama-sama Indah dengan kehadiran matahari yang membuatnya berwarna oren, tapi warna dasarnya kan Cokelat, jawabku disambut tawa bersama.

“Sebenarnya ada perbedaan antara Bendungan dan Danau. Kalau bendungan itu dibuat dan diolah oleh tangan manusia dan kalau Danau itu murni karena peristiwa Alam.

“Terserah, dalam bahasa sastra apalagi cerita fiksi, semua bisa terjadi, lagian mau diolah tangan manusia, mau terjadi secara Alami semuanya atas kehendak Allah, ya kan?

Firmanto menganguk dan menyanjungku sambil melemparkan pandangan sekejap yang membuat kami saling bertemu mata. Tatapannya sungguh nyaman, terasa bahwa ada hal bersejarah yang ingin dikatakan cowok tajir ini. Aku sebenarnya saat itu menunggu. Aku ingin Dia menyatakan cintanya, tapi galau dalam benakku belum bisa kuhilangkan dengan kesenangan semata. Aku ingin menjadi wanita yang benar-benar berubah dalam pergaulan asmara  dan tidak mau terganggu dengan aktivitas pacaran.

Sekitar dua kilo meter dari arah barat, kami sudah mulai belok kanan ke arah selatan menuju tanggul bendungan. Kami kembali membuka diskusi. Diskusi saat ini beda, bukan lagi terkait keindahan “Danau Cokelat”. Tapi Anto yang sudah mulai terpancing dengan karakterku yang suka diskusi membuka diskusi lagi dengan siapa penggagas “Danau Cokelat” itu.

“Tiang kok berfikir siapa yang punya gagasan sampai terbentuknya Danau Orent ini, kamu tau enggak?

“Mmmm,,,Kok Danau orent sih,,hii,,hii, kalau penggagas sih semua berperan, yang perlu dipikirkan siapa yang nekat dan berani, karena kalau tidak salah sejak dulu Danau Cokelat ini ingin dibangun, tapi problemanya adalah pembebasan lahan. Semua pemerintah kita berperan, baik Pusat, Provinsi, Kabupaten dan paling besar masyarakat yang mengubur sejarah di tempat ini demi kepentingan masyarakat banyak,,

“Hahaha, kamu bijak banget sih, dan Aku setuju. Ketika bendungan ini dalam pengerjaan sempat berpolemik, dan menjadi isu besar karena dibangun dalam keadaan lahan belum tuntas terbayar, pembangunannya pun sempat tertunda entah berapa tahun. Dan ketika menjelang Pilkada dalam keadaan dibangun dengan lahan yang belum tuntas terbayar, sudah dikampanyekan, padahal susah payah pembebasan lahan sebelumnya tidak terfikirkan.

“Ceillle, mau menyanjung yang bangun Dermaga di dekat sekolah kita ni ya,,,” jawabku tak ingin terlalu serius.

“Bukan,,tapi ingin menguraikan fakta dibalik sejarah rakyat yang mengenang pemimpinnya. Di hati rakyat itu, ada yang dalam kenangan pahit, dan ada pula yang dalam kenangan manis. Untuk musuh pimpinan A maka dia akan mengatakan pahit, tapi bagi sahabat pimpinan B, sampai mati dia akan membela manis. Semanis hari ini, dan lebih manis lagi wajah cantik di sampingku.

“Ya benar tapi satu hal yang tidak aku sukai hari ini, di balik gelar sang Pendobrak. Yaitu dari kadernya atau orang pilihannya sebagai pejabat yang ikut mendobrak dengan cara tidak peduli sampai melanggar aturan dan kebijakan.

“Ape ino,,,,?

“Lihat saja serapan BOS, penjualan buku K-13, mending buku karya putra daerah untuk penghargaan potensi generasi, ini mah buku yang sudah digratiskan Negara, terlihat sekali kesan bisnis oleh pejabat itu, belum lagi penundaan midl semester, Amburadulnya pelaksanaan UKK, Penggunaan dana Standar Pelayanan Minimal, DAK dan banyak lagi yang menjadi gonjang-ganjing tetangga saya yang menjadi Guru. Bapak - Ibu guru juga kesal dengan birokrasi yang menanungi tempat kita menimba Ilmu sekarang.

“Ya,,,ya,,,sejarah akan mengenangnya dan malaikat akan mencatat semuanya.

“Ceilleee, tinggi banget sih,

“Terpengaruh dengan pikiranmu dan tiang merasakan benar-benar sebagai pelajar hari ini, ketika dekat dengan nona ketua OSIS yang semoga bisa menjadi istriku kelak.”. Suara Firmanto selalu berujung ke masalah Cinta. Tapi Aku sudah mulai tidak terpengaruh.

Sebelum tiba di tanggul bendungan, ada jalan masuk yang terlihat berbelok dan berliku, menambah keindahan suasana menjelang Sore. Dari jalan itu, Aku melihat pasukan warna Cokelat tua dan muda yang masih mungil-mungil, mereka bernyanyi sambil mendaki jalan. Mereka didampingi oleh seorang pemandu sepertinya  adalah rombongan Pramuka yang terlihat ingin naik melihat suasana Danau Cokelat.

“Stop dulu Nto, bisa aku pinjem uang kamu enggak?

“Boleh, apa sih yang enggak buat plungguh?, jawab Firmanto sambil memberhentikan Mobil.

“Tiang minta tolong, turunkan saya disini, trus side pergi belikan aku snack, terserah apapun bentuknya yang penting di dalam snack itu ada Cokelatnya. Tiang mau aksi sosial.

“Siap cinta,,,tapi endek maiq ruende, turun dari mobil pake switer dalam keadaan panas, pake rok mini, tapi kamu gunakan Jilbab, jawab Anto nyengir.

“Haha,,,

Akupun membuka Jilbab dan pakaian seragam sekolah. Kini aku berbusana rapi tapi seksi, surprise dari Firmanto yang dibelikan tadi siang. Penampilanku jauh berbeda ketika aku masih di dalam Mobil untuk menghindari pikiran kotor ketika kami sedang berdua. Tidak ku pikirkan lagi, apa respon Anto, yang jelas Aku ingin membuat kisah disaat galau.

Walau dengan uang pinjaman. Aku berani meminjam uang itu karena sudah merasa bahwa Aku sudah tenggelam dalam hati terdalam cowok tajir itu. Firmanto juga terlihat bahagia memandangku. Kubalas tatapannya sambil melemparkan senyum manja. Jurus yang dulunya pernah berguna. Kini aku turun dari mobil, sedangkan Anto segera melaju cepat mencari pesanan Cokelat. Beberapa pengunjung yang melihatku, menahan pandangan. Segera kualihkan wajah ini menuju luasnya hamparan Danau Cokelat, sambil sesekali menengok kebawah, menuju arah pasukan mungil itu.

Belum sampai pasukan mungil itu mendaki kearah jalan antara tanggul Danau Cokelat dan luasnya sawah, terdengar trek-trekan sepeda motor berknalpot resing. Bikin bising dan mengarahkan pandangan seolah mencari arah suara itu, tak terkecuali Aku. Tapi suara itu tidak Aku hiraukan, karena saat itu muncul bayangan Lola Adikku yang berdiskusi tadi malam, terutama terkait Air, Alam, Program dan Mata Pelajaran.

Muncul dalam inspirasi dan lahirlah tanda tanya, mengapa Danau Cokelat itu belum terdukung inisiatif penghijauan, karena beberapa waktu lalu, kunjungan sempat gerah karena panas. Mungkin salah waktu berkunjung, terlalu siang disaat matahari menyengat. Tapi bagaimanapun juga keindahannya membuat terhibur. Walau tak seindah suasana hati karena gejolak ide yang jarang sesuai harapan.

Termasuk Pejabat pilihan Bupati sebagai pemegang kebijakan, yang masih tergantung jilatan bukan pada kompetensi, kinerja dan inovasi mereka. Akibatnya kepala sekolahku terdemo, di tuntut mundur peserta didiknya yang menjadi catatan sejarah.  Pun gejolak hati karena statusku yang belum jelas, bahwa Aku sebenarnya dilahirkan dalam keadaan bagaimana. Ayah dan keluargaku sebenarnya siapa? Ya!. Pikiranku dewasa sebelum waktunya.   

Dalam lamunan sambil menunggu Anto dan pasukan mungil itu, terdengar suara motor berhenti tepat di belakangku. Sepertinya mereka tidak membunyikan motornya, tapi melaju dalam keadaan mesin mati. Mungkin saja mereka adalah kelompok trek-trekan dengan suara yang tadinya menyita perhatian.
“Gadis manis, kok sendiri sih?.

Aku diam saja. Buat apa menyahut remaja yang sok kenal sok dekat, sangat tidak produktif, pikirku dalam hati. Satu diantara mereka turun dari motor dan perlahan terasa ingin mendekat.
“Cantik, seksi gini kok cuek banget,,

Dia sudah mulai tidak sopan, dan terkesan ingin memegangku. Teman-temannya yang lain terlihat cengengesan. Aku mulai bersiap-siap, antara melawan dan berteriak. Melawan sementara mendapatkan pertolongan dan berteriak memberikan shock terapi kepada mereka. Ketika tangannya berjarak satu jengkal ke pundak.

“Kurang ajar, berani mendekat. Awas,,,,!!!

“Adoooo,,,, emang kamu siapa?.

Satu temannya lagi turun, sambil berkata dan memaki lebih pedas.

 “Eee,,,,!!!. Cewek genit dan nakal maraq kamu, siapa yang mau tolong, paling kamu sedang mencari yang mau membeli kamu kan? Udah layani saja kami semua,”ketusnya disambut tawa gerombolan iseng itu. Bau minuman keras menyeruak dari mulut mereka.

Jawaban itu membuat hati ini panas. Disaat aku ingin mengubah diri, muncul sebuah ujian. Bahkan hinaan. Aku sudah tidak konsentrasi. Ingin rasanya langsung menerkam mereka. Tapi bela diri yang kumiliki tidak mengizinkan menyerang lebih dulu. Ilmu Kalaupun terpaksa menyerang harus memiliki strategi mematahkan musuh dan dilakukan apabila dalam ketika pertarungan sudah berlangsung.

Aku diam dalam siaga. Ketika diam dan posisi siap itu, sepertinya mereka semakin ingin bertindak kurang ajar. Para pengunjung Danau Cokelat sudah tidak mereka hiraukan lagi. Mungkin juga pengaruh pesta minuman keras yang terkesan baru saja mereka lakukan. Bau mulutnya ikut membuat pusing. Aku menerka mereka memang sedang berniat tidak baik.

“Dbarr…..!!!”

Satu diantara temannya terpelanting jatuh setelah mencoba ingin memelukkan. Aku terlalu keras mendorongnya, ditambah posisinya yang sedang mabuk. Menyadari itu aku tidak langsung menghujamnya, karena ingat ada temannya yang lain, yang bisa saja menyerang.
Memang benar. Kini mereka semua sudah turun dari sepeda motor masing-masing.

“Genk,,,Siapkan motor, kamu diam disana. Kita geret anak ini. Barehte bareng-bareng,”…………….” leq gawah benes, hahaha, tawa mereka semakin membuatku hilang kendali. Apalagi mendengar kalimat yang berarti ingin memperkosa ramai-ramai.


Temannya yang tadi jatuh kena dorongan pertama, berdiri dan langsung menerjang, membuat tepisan langsung pukul yang di ajarkan Mata Pisau sangat berguna disaat itu. Tangannya yang hendak memukul berhasil kutangkap, Tanpa pikir panjang, kutarik keras tangan nakjis itu dan memutarnya kembali sambil mendorong sampai jatuh kearah gerombolan tengik itu.