Novel Terparah Sepanjang Masa? Bahas TGB dan …….. Mirip

Novel Aliran Baru. Itulah yang ingin saya sampaikan untuk Novel Ku Antih to Lombok.  Kemasannya sangat berbeda. Tidak berstruktur, sedikit ada seksnya dan itu terlihat disengaja. Faktornya adalah, karena Saya mendapatkan info bahwa penulisnya memiliki kemampuan yang lengkap. Dia yang nulis, dia yang nglayout, dia yang nyetak. Jadi, wajar jika banyak terjadi kesalahan.

Satu lagi sepertinya novel ini merupakan gambaran cita-citanya. Novel ini banyak menggunakan gaya tulisan Jurnalisme Warga. Apa adanya, kadang terbaca takut menulis terus terang, makanya menggunakan bahasa sindiran. Yang paling unik adalah Novel ini banyak sisi ilmiahnya. Kata penulisnya, generasi sekarang banyak yang sungkan baca yang ilmiah-ilmiah. Karena, dari jam pagi sampai siang anak-anak dijejali dengan pelajaran yang itu-itu saja.

 Agak setuju soal itu, karena tanya saja anak-anak tentang sejarah masjid tua, misalnya. Mana tau mereka. Sejarah perpustakaan NTB contohnya, Paling yang tau hanya anak-anak yang dekat dengan perpustakaan saja. Sejarah perjuangan Nahdlatul Whatan (NW), umpamanya. Nah Kalau ini, yang tau pasti cuman santri NW. Padahal, perjuangan NW sama dengan peradaban Indonesia. Jadi warga Indonesia mesti di informasikan.

Bagaimana soal seks?.  Haha.  Bukan mereka jago sih, tapi lihat saja gaya anak generasi zaman sekarang. Lagian, cerita tentang seks bertebaran bebas dan sangat mudah dicari, mungkin g sih, ini bagian dari upaya preventif pergaulan bebas remaja. Tapi, dalam Novel ini mengatakan faktornya karena Indonesia enggan menghargai penulis.

Mungkin itu sebabnya, novel ini menamakan salah satu tokohnya dengan nama samudera cinta Kompasiana (Saciko). Nah yang tidak saya setujui. Bisa-bisanya, Novel ini menyandingkan TGB dengan ……Siapa penasaran ya. Apa tempat kesamaannya coba?. Kembali ke soal parah. Bisa-bisanya, Novel ini membahas soal Alam Ghaib. Perpustakaan NTB, PT. Energi Selaparang, Profil Maulana Syaik, NW menjadi Organisasi Istimewa, sejarah pembangunan di Lombok, dan tempat-tempat wisata.

Hemm….Membingungkan. Jika nama-nama itu masuk dalam Novel, berarti, nama-nama itu fiksi dong?. Baiklah Saya mencoba untuk tidak picik, karena takut tersindir dalam Novel ini. Tersindir sebagai seorang penulis yang sedih melihat tulisan bagus jarang dibaca. Bagaimana orang mau membaca wong pemacu untuk generasi mau membaca, minim perhatian.

Pemacu itu berharap pemerintah harus menganggarkan reward menulis. Untuk mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun Saya berikan judul sebagai Novel terparah sepanjang sejarah, tapi tetap Saya terpaksa harus salut sama penulis Novel ini. Pasalnya (sebagaimana, bahasa dalam Novel ini) Novel ini akan sangat berjasa apabila kita mampu membaca visi dibalik setingannya.

Sebuah setingan aliran baru yang Saya rasakan bisa menambah khazanah penulis untuk menyajikan tulisan dan kegiatan yang mencerdaskan. Diantaranya bisa saja para komunitas mahasiswa yang gemar berteater, drama dan sejenisnya, mengambil bahan dari Novel ini. Oh ya lupa, Say abaca setingannya juga memancing inspirasi gaya hidup untuk mengamalkan pokok NW; Iman dan Taqwa.
Maksudnya adalah, separah-parahnya tulisan dalam Novel ini, lebih parah lagi dampak dari tulisan cerita seks dan tulisan sejenis yang merusak karakter anak bangsa. Anaknya pembaca juga. (Jika punya anak sih).