Cerbung Ibu dan Pergaulan Bebas 5 ; Godaan Fitri Seksi dan Massa

Fitri mengemudi pelan, suara lakson kendaraan yang terhalang karena pelannya kemudi tidak dihiraukan. Fitri mencari jalan yang sepi, kemudian berhenti dan menangis bersandar di stir mobilnya. Kasian melihatnya kutawarkan pundak ini sebagai bahtera tangisnya.

Makin kencang menangis, dan tak lagi bersandar. Fitri merebahkan kepalanya dipangkuanku. Keluar terikan, “Aku Fitri yang tak suci, Aku kotor dan mengotori diri”. Mendengar teriakan itu, haru juga rasanya. Tak sadar kini fitri berada di paha ini. Tak tau harus berbuat apa.
Dihentikan tangisnya sambil tersungkur ke paha. Lama kami membisu sampai akhirnya keluar sebuah kata.

 “Aku nyaman disampingmu, tapi Sayang Aku sudah tak perawan,”.
 “Emang kalau g’ perawan kenapa?
 “Sulit sih bisa merebut hati kamu, ujarnya sambil meraba dada kiriku.
“Udahh kok bicara soal hati,” tepisku sambil menyingkirkan tangannya.
“Kalau g’ bisa merebut hatimu, minimal nafsumu, say..,” kembali ia meraba, kali ini langsung ke paha.

Kini aku terdiam. Posisinya yang memang sedang tiduran di pangkuan dalam keadaan sedih, membuat diri ini tak bisa memberontak. Aku diam melawan hasrat, antara nafsu dan perasaan. Antara nurani dan naluri, bercampuk aduk menjadi gelora yang terasa diundang.

Memikirkan itu, tak sadar bahwa kini Fitri sudah mencari resleting celana dan sontak membuat jantung ini berdebar. Nekad benar cewek ini. Apa ini sudah menjadi kebiasaannya, benakku.
Sembari tak bisa melawan birahi yang tiba-tiba naik dratis. Dengan cerdas fitri merebahkan kursi mobil itu menjadi lebih datar dan tak sadar Aku tidur dibuatnya. Kini Fitri naik ke pinggangku sambil menatapku tajam memancing. Perlahan, bajunya dibuka yang membuatku lama menutup mata.

“Buka matanya, dong say,…”rintihnya.
Berpura-pura tak ingin membuka mata. Dia terus menggoda. Tak tau sudah sampai mana dia telanjang. Jangankan telanjang, melihat tubuh seksinya saja, birahiku merasa terpancing.
“Ini tidak boleh terjadi, bantu Aku wahai yang mencipatakan Nafsu,” doaku.

Aku semakin terkejut ketika bibir lembutnya mengucup bibirku dan langsung ke mataku yang spontan dibuka oleh mulutnya. Belum sempat melihat tubuhnya yang kini hanya dibalut bungkusan khusus perempuan, tiba-tiba pintu mobil itu di gedor.

Kami sontak kaget, secepat kilat, Fitri menggunakan kembali pakainnya. Dari balik kaca, tiga orang pemuda sedang mengintip apa yang terjadi. Jantung ini terasa berhenti berdetak. Kami terdiam. Semakin keras pintu itu digedor bahkan kini digoyang-goyangkan.

“Gemana ni fit, ujarku.
“Buka saja lah pintunya, ntar semakin banyak yang datang,”pintanya.
“Aku tidak berani, kamu aja, keluar lewat sana, inikan salah kamu,” bentakku.
“Weekk, kamu ini pecundang,.. sergah Fitri kembali.

Aku hanya terdiam, melihat Fitri dengan emosi nan seksi membuak pintu mobilnya kemudian menghadapi yang ternyata sebegitu cepatnya lokasi itu menjadi kerumunan masa.

Bersambung